Terjadinya Dataran Rendah Jakarta dan Sekitarnya
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Wilayah Penemuan Kapak Batu, Perunggu, Besi dan Prasasti
Peta ini merupakan
lokasi data-data peradaban Indonesia kuno yang diketahui oleh ilmu
prehistori dan arkeologi. Rekonstruksi yang dibuat masih kurang tepat
mengingat kurangnya peninggalan dan pengetahuan yang harus dibina oleh
penyelidikan-penyelidikan yang akan datang.
Ikhtisar
peta ini dibuat sebagai orientasi mengenai letak dan luasnya
Tarumanegara sesuai dengan penemuan-penemuan prehistoris, prasasti atau
batu-batu bertulis. Atas jasa penelitian dan publikasi Dr. J. Ph. Vogel
pada tahun 1925 tentang prasasti-prasasti Tarumanegara, kita dapat
mengetahui Tarumanegara.
Penelitian
Vogel diteruskan antara lain oleh Prof. Poerbatjaraka yang membaca
kembali prasasti-prasasti Ciaruteun dan Tugu, kemudian diterbitkan
dalam bukunya (Peorbatjaraka, 1952).
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Sunda Kelapa
Sunda Kelapa merupakan pelabuhan di pantai utara, pada muara Sungai Ciliwung. Sangat
sedikit sumber-sumber asli mengenai Sunda Kelapa. Tetapi sumber-sumber
Portugis banyak memberitahukan tentang keadaan Sunda Kelapa. Bahasa Portugis merupakan bahasa ayang perlu dikuasai peneliti sejarah Indonesia periode abad 16 dan 17.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Jayakarta 1618
Peta ini merupakan rekonstruksi perkiraan keadaan pada tahun 1618 (Ijzerman, 1917). Di
dalam garis-garis putus pada tepi kanan sungai (A) nantinya akan
terletak bagian kota Batavia lama, sedangkan di tepi kiri (B) adalah
letak loji Inggris.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Batavia 1619
Tembok di antara bastion itu disebut Courtine atau Gordijn. Di tengah-tengah gordijn selatan dibuat pintu landpoort (pintu gerbang darat) dan di sebelah utara dibuat waterpoort (pintu-gerbang laut). Di sebelah Kasteel kemudian dibuat grachten atau parit-parit yang sesuai keadaan kota Amsterdam.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Batavia 1622
Sumber : Tawalinuddin Haris. Kota dan Masyarakat Jakarta. 2007
Batavia 1627
Kota dibangun sesuai dengan kebiasaan Belanda, dengan jalan-jalan lurus dan parit-parit. De Tijgersgracht membujur panjang dari Utara ke Selatan dan dipotong berturut-turut (arah Selatan) oleh parit-parit yang menghubungkan Tijgersracht (sekarang bernama Jalan Pos di Jakarta Kota) dengan Kali Besar. Dalam
gambar, terdapat proyeksi sebuah parit yang sebagian telah digali.
Parit tersebut dimaksudkan sebagai awal perluasan kota ke sebelah Barat
atau sebelah kiri Kali Besar.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Batavia 1632
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Medali Jacques Specx
Pada sisi sebaliknya, terukir kalimat berbahasa Latin, yang berbunyi ‘In
perpetuam gratitudinis memoriam hoc munusculum nosives Chinensis
Bataviae L (ubenter) M (erito) q (ue) abtilimus insigni heroi Jacobo
Spexio Indiarum orientalum Generali Patrono nostro observando Anno 1632
Adij 25 Novembree batavia’. Yang
artinya ‘sebagai tanda terima kasih dan peringatan selalu, kami warga
Cina Batavia membuat medali untuk J. Specx, Gubernur Jendral di Hindia
Timur, tokoh yang terkemuka dan pelindung kami.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Batavia 1635
Dalam peta ini nampak Batavia lama mulai melebar ke sebelah barat Ciliwung, di mana tadinya masih berupa rawa-rawa.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Batavia 1650
Pada gambar ini nampak bagian timur kota telah selesai dengan pembangunannya. Bagian selatan Voorstad
juga telah mulai dibangun. Kecuali dengan semakin bertambahnya
bangunan, tidak banyak perubahan yang terjadi pada wajah peta-peta dasar
pada waktu itu.
Di dalam sebuah peta dari tahun 1681 (Breuning, 1954: 34) terlihat bahwa di luar tanggul-tanggul kota dibuat kebun-kebun. Selain
itu, pada peta ini juga nampak dengan jelas, bahwa garis pantai telah
menjorok lebih ke utara lagi karena endapan lumpur dari Ciliwung.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
.
Batavia 1672
Peta di samping
menunjukkan bahwa, di sebelah selatan jalan dan Kanal Ancol, terdapat
Kanal Sontar dan Jalan Gelederland yang tampaknya juga menghubungkan
pusat kota dengan kawasan di luar kota bagian timur. Menurut laporan
Valentijn dan Stavorinus, ada lima ruas jalan dari dan ke luar kota.
Pertama, jalan yang ke timur menuju Ancol menyusuri Cilincing, Bekasi
dan Tanjung Pura. Pada dua sisi jalan tersebut terdapat kabun-kebun dan
di sekitarnya terdapat rumah penginapan dan rumah pertunjukkan.
Kedua, Jalan Jacarta (Jacatra Weg) menghubungkan
pusat kota dengan pos penjagaan Jakarta. Ketiga, jalan yang menuju ke
selatan melalui Molenvliet, atau Kanal Bingham menuju pos Rijwik,
Noordwijk, Meester Cornelis, Cililitan, Tanjung, Cimanggis, dan terus
sampai ke Bogor. Keempat, jalan yang ke arah barat daya melaui Tanah
Abang, Simplicitas, Konjere (Cinere) menuju ke Bogor. Kelima, jalan yang
menuju ke barat melalui Moxervaart melewati pos Vijfhoek, pos Anglke,
terus ke Tangerang dan akhirnya sampai ke Banten.
Sumber :
Haris, Tawalinuddin. 2007. Kota dan Masyarakat Jakarta. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.
Batavia 1770
Peta Van der
Parra, dibuat atas perintah Gubernur Jendral Petrus Albertus Van der
Parra dan dimuat dalam buku standar tentang kota lama Batavia dari Dr.
F. De Haan. Selama pemerintahan Baron van Imhoff, saluran besar dari Buitenzorg (Bogor)
disalurkan ke kota melalui Salemba dan akhirnya mengalir ke Kanal
Sonter (kanal yang digali oleh Pieter Antonijsz Overwater), kemudian
membelok ke timur sampai ke Kali Ancol, terus ke laut.
Sumber :
Haris, Tawalinuddin. 2007. Kota dan Masyarakat Jakarta. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.
Perkembangan Kota Abad Ke-18
Dalam sebuah buku
yang terbit pada tahun 1799 di Amsterdam, terdapat pula peta situasi
yang hampir sama. Tahun penunjuknya ialah tahun 1760 dan keterangan peta
ditulis dalam bahasa Prancis. Peta itu lebih sempurna pembuatannya.
Dalam peta tersebut benteng Jacatra lebih dekat letaknya dengan Sungai
Ciliwung.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Weltevreden 1780
Semula
wilayah ini merupakan tanah milik Anthony Pavijoen. Pada tahun 1648
masih berupa daerah hutan rawa dan padang rumput. Wilayah ini kemudian
disewakan kepada orang Cina untuk ditanami tebu dan kebun sayuran.
Setelah itu baru dipakai sebagai persawahan. Tahun
1697 didirikan sebuah rumah oleh pemilik baru, Cornelis Chastelein.
Selain rumah juga terdapat kincir penggilingan tebu. Diduga, nama
“Weltevreden” diberikan oleh Chastelein, yang kemudian memperluas tanah
miliknya. Tahun
1733, tanah ini dijual kepada Justinus Vinck dengan harga 39.000
ringgit. Tahun 1735, keluar ijin untuk membangun pasar-pasar, satu pasar
di Tanah Abang, satu lagi di Weltevreden.
Sepeninggal
J. Vinck, maka tanah itu menjadi milik Gubernur Jendral Jacob Mossel
yang membelinya dengan harga 28.000 ringgit. Pemilik baru ini menggali
sebuah parit yang memanjang sejajar dengan de Grote Zuiderweg, Kali Lio. Di sebelah selatan Kali Lio, terdapat gedung besar yang dikenal sebagai het Landhuis Weltevreden. Jalan lurus menuju gedung itu sekarang dikenal sebagai Gang Kenanga.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Rencana Kota Batavia 1858
Peta ini diambil
dari karya A.W.P. Weitzel (1860), yang disebut sebagai peta “Rancangan
Batavia dan Sekitarnya”. Terlihat bagian kota Batavia dan Weltevreden
masih dikelilingi rawa-rawa, sawah, dan hutan-hutan kecil.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Tanjung Priok
Tahun 1869, dibuka Terusan Suez. Hubungan melalui laut atara benua Eropa dan Asia semakin pendek jaraknya. Batavia
memerlukan pelabuhan baru yang memenuhi syarat-syarat modern karena
jarak untuk memindahkan muatan ke perahu-perahu di luar pelabuhan lama,
jauh jaraknya dari pantai pelabuhan. Kemudian dipilihlah daerah Tanjung
Priuk.
Tanjung
Priuk memiliki tiga pelabuhan. Pelabuhan pertama digali antara tahun
1879-1883 dan diresmikan pada tahun 1886. Pelabuhan dalam ini ternyata
tidak cukup besar, sehingga diperlukan pelebaran. Penggalian pelabuhan
dalam kedua ini dilakukan antara tahun 1910-1917.
Sejalan
dengan pembukaan pelabuhan modern itu berkembang pula lalu-lintas di
darat, antara lain, pemasangan jaringan jalan kereta api yang dimulai
pada tahun 1873 (antara Batavia dan Buitenzorg), trem uap yang digunakan
di dalam kota mulai tahun 1881, trem listrik, kemudian lalu lintas pos,
telegraf dan telepon. Sesudah pengakuan kedaulatan pemerintah RI dan Jakarta menjadi ibukota, maka terjadilah perkembangan horizontal dan vertikal.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Gondangdia Baru 1927
Peta di samping
terdapat dalam buku De Vries (1927) yang dibuat khusus untuk masyarakat
Eropa bila ingin membuat “Een wandeling door de eigenlijke woonstad”
(jalan kaki menjelajah kota kediaman yang sesungguhnya).
Tahun 1912 Gemeenteraad (Dewan
Kotapraja) menyetujui rencana maskapai pembangunan dan perkebunan
Gondangdia untuk melaksanakan pembangunan prasarana perumahan, seperti
membuat jalan-jalan, taman-taman, dan saluran air buangan.
Kotapraja kemudian membeli tanah-tanah partikelir Menteng, Sentiong, tanah sebelah terusan Krukut, Jati Wetan, dan Petojo.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Perkembangan Batavia 1938
Sejak
masa Kerajaan Tarumanegara, banjir merupakan masalah yang besar dan
perlu penanganan yang serius. Usuha-usaha untuk mengendalikan masalah
ini mulai dikerjakan dengan membuat saluran banjir atau banjir kanaal yang direncanakan oleh Prof. Ir. van Breen. Dengan berhasilnya rencana banjir kanaal ini, dimulailah usaha-usaha perbaikan kampung (1925) dengan menggunakan uang subsidi pemerintah pusat.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Pembangunan Koningsplein 1937
Pada tahun 1818, Deandles membuka sebidang tanah yang diberi nama Koningsplein dengan
luas tanah 1 x 0,85 km. Pembukaan tanah ini ternyata sangat penting di
kemudian hari bagi perkembangan tata kota, karena letaknya cocok dengan
arah pemekaran kota ke arah selatan. Lambat
laun terjadilah perubahan yang tidak teratur karena adanya penambahan
bangunan-bangunan, rel-rel kereta api, penggunaan lahan sebagai pasar
tahunan atau Jaarmarkt atau Pasar Gambir, dan prasarana lain yang tata letaknya tidak teratur.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Kebayoran 1949
Adanya
Molenvliet, Koningsplein, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi
faktor-faktor yang mempengaruhi pemekaran kota. Karena banyaknya
perusahaan asing yang besar, bank dan perusahan-perusahan dagang lainnya
memerlukan bangunan-bangunan serta lahan, baik untuk kediaman ataupun
gedung kantor, dibukalah tanah di sebelah selatan (kira-kira 8 km dari
Lapangan Merdeka), tanah Kebayoran.
Tanggal
19 Juli 1948, rencana pembangunan kota baru dibicarakan dalam rapat
Panitia PerumahanPusat. Tanggal 5 Agustus 1948, rencana tersebut
diajukan kepada pemerintah. Barulah pada Februari 1949 rencana kota
Kebayoran selesai.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Perkembangan Kota Jakarta
Kedudukan
Jakarta sebagai ibukota mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan
kantor-kantor dan perumahan pegawai. Jumlah penduduk pun semakin
bertambah dengan adanya urbanisasi. Akibatnya pada tahun 1952 banyak
tanah liar dan gubuk liar-terdapat 30.000 gubuk liar yang tersebar di
seluruh Jakarta. Oleh karena itu, perlu perencanaan perkembangan kota yang dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan teratur. Sejak tahun 1959, perkembangan ibukota menjadi bagian politik mercu suar yang bertujuan membuat RI sebagai inti dari The New Emerging Forces di dunia.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Wilayah Kota Jakarta dengan Tugu Nasional Sebagai Titik Pusat
Penggambaran
wilayah Jakarta dan perkembangan perkembangan yang direncanakan dalam
bentuk lingkaran ini terdapat dalam Rencana Induk tahun 1967.
Peta ini menunjukkan dasar-dasar pemikiran peruntuhan tanah di dalam perkembangan kota di masa-masa yang akan datang. Rencana
induk tersebut menentukan terjadinya pemekaran kota yang seimbang ke
segala arah. Titik-pancar wilayah kota adalah Tugu Monumen Nasional.
Rencana induk juga memuat kekurangan yang ada di Jakarta di segala
bidang.
Sumber :
Surjomiharjo, Abdurrachman. 2000. Sejarah Perkembangan Kota Jakarta. Jakarta : Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta.
Pola Daerah Perkembnagan Kota Jakarta 1985
Pada
periode ini, sudah banyak yang telah barubah di Jakarta; ketertiban,
pengaturan bimbingan dan pimpinan Pemerintah DKI yang tidak lepas dari
tujuan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Dasar-dasar pola perkembangan kota Jakarta hingga 1985, dapat dirumuskan menjadi:
- Hidup tenang dan tentram,
- Keleluasaan bertaqwa kepada Tuhan
- Terjamin tempat kediaman yang aman dan sehat
- Terjamin lapangan kerja atau mata pencaharian
- Terdapat tempat pengembangan budaya dan peradaban.
- Tersedia tempat pelepas ketenangan (rekreasi)
- Adanya pencegahan terhadap bencana